Mengembangkan kreativitas peserta didik.
Abstrak: Proses pembelajaran di sekolah pada umumnya kurang mengembangkan
kreativitas peserta didik dan cenderung lebih menekankan pada pengembangan
berpikir logis dan konvergen. Proses pembelajaran yang dapat mengembangkan
kreativitas peserta didik terdiri atas kegiatan: 1) pendahuluan (apersepsi), 2)
penyajian (kegiatan inti), dan 3) penutup (evaluasi). Kegiatan pendahuluan,
sekurang-kurangnya meliputi (a) penjelasan singkat tentang isi pelajaran yang
akan dibahas, (b) penjelasan relevansi isi pelajaran yang akan dibahas dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik, dan (c) penjelasan kompetensi peserta
didik yang ingin dicapai. Kegiatan penyajian, sekurang-kurangnya meliputi
proses: (a) eksplorasi, (b) elaborasi, dan (c) konfirmasi. Kegiatan penutup,
sekurang-kurangnya guru: (a) melakukan evaluasi formatif terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan; (b) memberikan umpan balik terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan; (c) merencanakan kegiatan tindak lanjut.
Kata kunci: kreativitas, pembelajaran, konvergen, divergen dan peserta didik.
Pendahuluan
Pada tanggal 5 Agustus 2009 telah dikeluarkan Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, yang
sasarannya antara lain adalah insan kreatif dengan pola pikir dan moodset
kreatif; serta industri yang unggul di pasar dalam dan luar negeri, dengan
peran dominan wirausahawan lokal.
Kreativitas sebagai faktor mental manusia telah lama diperbincangkan oleh
para ahli, dan sejak tahun 1980-an Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (dulu
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Depdikbud) mulai
berintensif membahasnya pada berbagai pertemuan ilmiah.
Namun, sampai saat ini penerapannya di lapangan belum seperti yang
diharapkan. Pendidikan di sekolah pada umumnya lebih menekankan pada
pengembangan berpikir logis dan konvergen (berpikir ke satu arah) dengan
melatih peserta didik untuk berpikir dan menemukan suatu pengetahuan yang sudah
ditetapkan oleh guru. Kemampuan peserta didik untuk berpikir divergen (ke
segala arah) dan memecahkan masalah secara kreatif kurang diperhatikan dan
kurang dikembangkan. Salah satu faktor penyebab yang sering dikemukakan oleh
guru adalah terlalu saratnya beban belajar peserta didik dalam kurikulum
(standar isi) sehingga guru merasa kekurangan waktu untuk mengembangkan
kreativitas peserta didik.
Saat ini, dalam bidang industri, politik, ekonomi, dan pendidikan semakin
terasa diperlukan kemampuan kreatif para anggotanya. Bahkan, oleh karena
perubahan yang cepat terjadi dalam bidang ekonomi, maka timbul suatu tuntutan
bagi setiap anggota masyarakat untuk menjadi lebih kreatif.
Bagi guru, kemampuan kreatif merupakan aspek penting yang harus dimiliki
untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendorong peserta didik menjadi kreatif.
Kemajuan dunia pendidikan memerlukan tingkat kemampuan kreatif yang tinggi dari
para pendidik. Kreativitas peserta didik hanya bisa dikembangkan apabila
gurunya kreatif.
Guru yang kreatif memiliki kemampuan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada
para peserta didiknya secara kreatif, sehingga peserta didik menggemari ilmu
pengetahuan yang diajarkan kepadanya dan membuat peserta didik dapat berpikir
secara kreatif pula. Berpikir kreatif akan menghasilkan produk kreatif sehingga
pada gilirannya akan menumbuhkan ekonomi kreatif.
Kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era
pembangunan tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat
dan negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru,
penemuan-penemuan baru, dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk
mencapai hal itu, sikap dan perilaku kreatif perlu dipupuk sejak dini, agar
peserta didik tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi mampu
menghasilkan pengetahuan baru; tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi mampu
menciptakan pekerjaan baru (wiraswasta).
Berdasar uraian di atas, maka masalah yang akan dipecahkan di sini adalah
bagaimanakah mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran?
Melalui penulisan artikel ini, diharapkan, para pendidik memiliki wawasan
tentang kreativitas, proses pembelajaran, dan pengembangan kreativitas peserta
didik melalui pembelajaran.
Kajian Literatur dan Pembahasan
Kreativitas
Istilah kreativitas didefinisikan oleh para ahli secara berbeda-beda. Vicencio
(1992) dan Urban (1996) mengelompokkan definisi kreativitas ke dalam dimensi
pribadi, proses, pendorong, dan produk. Keempat dimensi kreativitas tersebut
disebut sebagai “the Four p’s of Creativity” (Rhodes, 1994, dalam Utami
Munandar, 1988) atau “konsep 4P” menurut Utami Munandar (1988). Manfaat
mengkaji konsep 4P ini di samping memperoleh pengertian yang lebih luas tentang
kreativitas, dapat juga dipakai sebagai strategi untuk mengembangkan
kreativitas peserta didik.
Dimensi Pribadi
Setiap orang memiliki kemampuan kreatif, karena kreativitas merupakan atribut
dari semua orang. Kreativitas yang dimiliki manusia lahir bersama dengan
lahirnya manusia itu dan dapat muncul serta terwujud dalam semua bidang
kegiatan manusia (Utami Munandar, 1988). Oleh karena itu, kreativitas tidak
terbatas pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa, dan kebudayaan
tertentu (Semiawan, 1984). Namun demikian, orang yang kreatif memiliki
ciri-ciri kepribadian yang secara sangat signifikan berbeda dengan orang yang kurang
kreatif (Clark, 1983).
Clark (1983) berpendapat bahwa kreativitas sebagai fungsi integratif dari
pikiran (thinking), perasaan (feeling), penginderaan (sensing), dan firasat
(intuiting). Selanjutnya, Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa dari segi pribadi,
kreativitas merupakan ungkapan unik dari keseluruhan kepribadian sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungannya, dan yang tercermin dalam pikiran,
perasaan, sikap, atau perilakunya.
Kreativitas seseorang dapat dicerminkan melalui lima macam perilaku: 1)
Fluency, yaitu kelancaran atau kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan; 2)
Flexibility, yaitu kemampuan menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam
mengatasi persoalan; 3) Originality, yaitu kemampuan mencetuskan
gagasan-gagasan asli; (4) Elaboration, yaitu kemampuan menyatakan gagasan
secara terperinci; dan 5) Sensitivity, yaitu kepekaan menangkap dan
menghasilkan gagasan sebagai tanggapan terhadap suatu situasi (Clark, 1983).
Dengan demikian, ditinjau dari segi pribadi, kreativitas menunjuk pada potensi
atau daya kreatif yang ada pada setiap pribadi. Kreativitas merupakan hasil
dari keunikan pribadi seseorang dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dimensi Proses
Kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara factor-faktor
psikologis (internal) dan lingkungan (eksternal) (Amabile, 1983). Karya kreatif
tidak lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses
kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan motivasi yang kuat.
Kreativitas sebagai suatu “proses”, suatu pemikiran di mana individu
berusaha untuk menemukan hubungan-hubungan yang baru, untuk mendapatkan
jawaban, metode, atau cara-cara baru dalam menghadapi suatu masalah.
Kreativitas adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua
konsep atau lebih yang sudah ada dalam pikiran.
Pentingnya melihat kreativitas dari segi proses ditekankan oleh banyak ahli.
Hurlock (1972) mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang
menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu obyek dalam
suatu bentuk atau susunan yang baru. Rogers (1970) merumuskan proses kreatif
sebagai munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan
individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, serta keadaan hidupnya
di lain pihak. Dua definisi tersebut di samping menekankan aspek interaksi
(“proses”) antara individu dan lingkungannya atau kebudayaannya, juga aspek
“baru” dari produk kreatif yang dihasilkan.
Sementara itu, Utami Munandar (1998) merumuskan kreativitas sebagai suatu proses
yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan, dan orijinalitas dalam berpikir.
Selanjutnya, Alfian (1983) menyatakan bahwa kreativitas adalah suatu proses
upaya manusia atau bangsa untuk membangun dirinya dalam berbagai aspek
kehidupannya. Proses kreativitas melalui empat tahap, yaitu: tahap persiapan,
inkubasi, iluminasi, dan verivikasi (Wallas, 1970).
Tahap persiapan ialah tahap pengumpulan informasi atau data yang diperlukan
untuk memecahkan masalah.
Tahap inkubasi ialah tahap pengendapan dalam alam bawah sadar, pencarian
inspirasi.
Tahap iluminasi ialah tahap penemuan “….. aha …..” yang bersifat insight,
gagasan pemecahan, dan modifikasi untuk melihat kecocokannya.
Tahap verivikasi adalah tahap pengetesan pemecahan dan modifikasi untuk melihat
kesesuaiannya.
Dengan demikian, ditinjau dari segi proses, kreativitas menunjuk pada
perlunya seseorang berusaha untuk melihat lebih jauh dan lebih mendalam, tidak
sekedar menginginkan hasil (produk) secepatnya.
Dimensi Pendorong
Kreativitas dapat berkembang karena adanya dorongan internal dari dalam diri
individu (Rogers, 1970) dan dorongan eksternal berupa faktor sosiokultural
(Arieti, 1976). Perlunya dorongan eksternal, seperti ditekankan oleh Sumardjan
(1983), bahwa timbul dan tumbuhnya kreativitas dan selanjutnya berkembangnya
sesuatu kreasi yang diciptakan oleh seorang individu tidak dapat luput dari
pengaruh kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu itu hidup dan
bekerja.
Sementara itu, Arieti (1976) mengemukakan adanya sembilan faktor sosiokultural
yang menunjang kreativitas, yaitu: 1) tersedianya sarana kebudayaan, 2)
keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan, 3) penekanan pada “becoming”
(menjadi tumbuh), tidak hanya pada “being” (sekedar berada), 4) pemberian
kesempatan kepada semua warga negara tanpa diskriminasi, 5) adanya kebebasan
setelah pengalaman tekanan dan tindasan yang keras, 6) keterbukaan terhadap
rangsangan kebudayaan yang berbeda, bahkan yang kontraspun, 7) toleransi dan
minat terhadap pandangan yang divergen, 8) ada interaksi antarpribadi yang
berarti, 9) adanya insentif, penghargaan, atau hadiah.
Masyarakat dapat menyediakan berbagai kemudahan, sarana dan prasarana untuk
menumbuhkembangkan daya cipta anggotanya. Namun, dorongan eksternal saja tidak
cukup, karena pada akhirnya semua kembali pada bagaimana individu itu sendiri:
sejauh mana ia merasakan kebutuhan dan dorongan untuk bersibuk diri secara
kreatif, suatu pengikatan untuk melibatkan diri dalam suatu kegiatan kreatif,
yang pada hakikatnya hal ini merupakan dorongan internal (Utami Munandar,
1988).
Lebih jauh Rogers (1970) menyatakan bahwa kreativitastumbuh karena adanya
dorongan dari dalam diri individu (internal press) berupa: 1) keterbukaan
terhadap pengalaman, 2) kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan
pribadi, dan 3) kemampuan untuk bereksperiman, untuk bermain dengan
konsep-konsep.
Dengan demikian, kreativitas agar dapat berkembang memerlukan pula
“pendorong”, yaitu kondisi yang mendorong seseorang ke perilaku kreatif.
Pendorong ini harus datang dari diri sendiri (internal) berupa hasrat dan
motivasi yang kuat untuk mencipta, dan pendorong dari luar (eksternal) baik
dari lingkungan dekat seperti teman sejawat maupun dari lingkungan makro
seperti masyarakat dan kebudayaan di mana ia tinggal.
Dimensi Produk
Kreativitas sebagai suatu “produk”, yaitu kreativitas sebagai kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu yang baru (orisinil), baik berupa benda maupun gagasan
(Saphiro, 1970). Dari segi produk, kreativitas mengacu pada hasil perbuatan,
kinerja, atau karya individu dalam bentuk barang atau gagasan. Ditegaskannya
bahwa produk kreatif sebagai “kriteria puncak” (the ultimate criteria) karena
produk merupakan hal yang paling eksplisit dalam menentukan kreativitas
seseorang.
Sementara itu, Amabile (1983) mempersyaratkan adanya dua kriteria
kreativitas, yaitu: 1) ke”baru”an (novelty) dan 2) ke”sesuai”an
(appropriateness). Kebaruan mengandung unsur adanya perbedaan dari segala
sesuatu yang telah ada, sedangkan kesesuaian mengacu pada kebermaknaan bagi
kehidupan. Jadi kreativitas menekankan pada penciptaan sesuatu yang baru dan
bermakna bagi kehidupan. Rogers (1970) mengemukakan bahwa kriteria produk
kreatif: 1) produk itu harus nyata atau dapat diamati, 2) produk itu harus
baru, dan 3) produk tersebut merupakan hasil dari kualitas unik individu dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Sejalan dengan hal-hal di atas, Campbell (1992) menyatakan bahwa ditinjau
dari segi produk, kreativitas merupakan kegiatan yang mendatangkan hasil yang
sifatnya: 1) baru (novel), 2) berguna (useful), dan 3) dapat dimengerti
(understandable). Baru, dimaksudkan inovatif dan belum ada sebelumnya, segar,
menarik, aneh, dan mengejutkan. Berguna, maksudnya adalah lebih enak, lebih
praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan
masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, dan mendatangkan hasil lebih
baik/banyak.
Selanjutnya, dapat dimengerti dimaksudkan hasil yang sama dapat dibuat di
lain waktu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja (secara tidak terduga),
tidak dapat dimengerti, tidak dapat diramalkan, tidak dapat diulangi. Meskipun
mungkin baru dan sangat berguna tetapi lebih merupakan hasil keberuntungan
(luck), berarti bukan kreativitas.
Dengan demikian, setelah dikaji dari segi pribadi, proses, pendorong, dan
produk dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan yang
mencerminkan kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian
(originality), dan kemampuan mengelaborasi (elaboration), serta merumuskan
kembali (redefinition) suatu gagasan (Widyastono, 1998).
Strategi Pembelajaran
Briggs (1977) menyatakan bahwa strategi pembelajaran selain untuk menentukan
urutan pembelajaran setiap tujuan pembelajaran, juga merancang
tindakan-tindakan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Strategi pembelajaran terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan
prosedur yang akan digunakan untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran tertentu (Dick dan Carey, 1985).
Di dalam strategi pembelajaran terkandung sekurang-kurangnya lima komponen
utama, yaitu: 1) kegiatan pra-pengajaran, 2) penyajian informasi, 3) peran
serta peserta didik, 4) pengujian, dan 5) kegiatan tindak lanjut (Dick dan
Carey, 1985). Selanjutnya, penjabaran komponen tersebut di atas sebagai
berikut.
Kegiatan pra-pengajaran, dilakukan sebelum memulai pembelajaran formal,
terdapat sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan. Pertama, tingkat motivasi
peserta didik yang akan menerima bahan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui apa yang menjadikan peserta didik tertarik dan apa yang membuat ia
tidak suka. Kedua, petunjuk tentang apa yang peserta didik akan mampu lakukan
bilamana mereka sudah menyelesaikan pembelajaran. Ketiga, memberitahu peserta
didik tentang keterampilan prasyarat yang diperlukan untuk pembelajaran yang
akan diberikan.
Penyajian informasi, dimulai dari kapabilitas bawah berlanjut ke komponen
pokok berikutnya. Sesudah ditentukan bahan keterangan yang akan disajikan maka
dilanjutkan dengan menentukan secara pasti informasi yang perlu disajikan
kepada peserta didik. Perlu juga diberikan contoh bagi tiap konsep yang
disajikan.
Peran serta peserta didik, yang paling besar pengaruhnya dalam proses
belajar mengajar adalah latihan dengan pemberian balikan, yang berarti peserta
didik diberi tahu apakah jawabannya benar atau salah.
Pengujian, terdapat empat macam tes acuan patokan yang dapat digunakan, yaitu:
tes tingkah laku masukan, pre-tes, tes sambil jalan (sisipan), dan post-tes
(evaluasi formmatif).
Kegiatan tindak lanjut, merupakan bagian dari strategi tentang apa yang
harus dilakukan oleh peserta didik sebagai hasil dari prestasi yang
diperolehnya pada post-tes (evaluasi formatif). Apakah diperlukan penyediaan
bahan remediasi yang terpisah bagi peserta didik, atau bahan pengayaan, atau
saran tentang kegiatan berikutnya yang dapat diikuti oleh peserta didik.
Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran
berkenaan dengan pendekatan pengelolaan kegiatan pembelajaran untuk
menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematik, sehingga kemampuan
yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik secara efektif dan efisien.
Urutan kegiatan pembelajaran terdiri atas: 1) Pendahuluan, 2) Penyajian atau
Kegiatan Inti, dan 3) Penutup. Pendahuluan merupakan kegiatan awal dari
kegiatan pembelajaran. Dick dan Carey (1985) menyebutnya dengan istilah
pre-instructional activities, sedangkan di Indonesia dulu sering disebut dengan
istilah apersepsi.
Kegiatan awal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik agar secara
mental siap mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru. Seorang
pengajar yang baik tidak akan secara mendadak mengajak peserta didik untuk
membahas topik hari ini, misalnya “Perkembangbiakan Tanaman”, manakala saat
mereka sedang seru-serunya diskusi tentang”bahaya narkoba”. Pengajar itu harus
bersedia menggunakan waktunya sejenak untuk ikut bersama mereka membicarakan
bahaya narkoba, kemudian secara pelan-pelan membawa pembicaraan tersebut kepada
topik pelajaran hari itu.
Setelah itu, pengajar yang baik akan berusaha meningkatkan motivasi peserta
didik untuk mempelajari materi pelajaran baru sebelum ia mengajarkannya, dengan
cara menjelaskan apa manfaat pelajaran tersebut bagi kehidupan peserta didik
atau bagi pelajaran lanjutannya di kemudian hari.
Fungsi Pendahuluan ini akan tercermin dalam langkah-langkah yang dijelaskan
sebagai berikut:
a) Penjelasan Singkat Tentang Isi Pelajaran, pada babak permulaan pelajaran,
peserta didik ingin segera mengetahui apa yang akan dipelajarinya pada
pertemuan saat itu. Keingintahuan ini akan terpenuhi bila pengajar
menjelaskannya secara singkat. Dengan demikian, pada permulaan kegiatan
belajarnya peserta didik telah mendapat gambaran secara global tentang isi
pelajaran yang akan dipelajarinya;
b) Penjelasan Relevansi Isi pelajaran Baru, peserta didik akan lebih cepat
mempelajari sesuatu yang baru bila sesuatu yang akan dipelajarinya itu
dikaitkan dengan sesuatu yang telah diketahuinya atau dengan sesuatu yang biasa
dilakukannya sehari-hari. Karena itu, pada tahap permulaan kegiatan
pembelajaran peserta didik perlu diberi penjelasan mengenai relevansi atau
keterkaitan isi pelajaran yang akan dipelajarinya dengan pengetahuan,
keterampilan, atau sikap yang telah dikuasainya, atau relevansinya dengan kehidupan
sehari-harinya;
c) Penjelasan Kompetensi Peserta didik yang ingin dicapai. Peserta didik,
akan belajar dengan lebih cepat bila ia mendapatkan tanda-tanda yang
mengarahkan proses belajarnya. Tanda-tanda tersebut antara lain berupa
penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. Dengan tanda-tanda tersebut
ia mempunyai kemungkinan mengorganisasikan atau mengatur sendiri proses
belajarnya dengan menggunakan sumber-sumber yang ada di lingkungannya. Di
samping itu, pengetahuannya tentang kompetensi yang ingin dicapai tersebut akan
meningkatkan motivasinya selama proses belajarnya. Oleh karena itu, pengajar
perlu menjelaskan kepada peserta didik tentang kompetensi yang ingin dicapai
sebelum memulai kegiatan pembelajaran sesungguhnya.
Dengan selesainya ketiga kegiatan pendahuluan tersebut, peserta didik telah
mempunyai gambaran global tentang isi pelajaran yang akan dipelajarinya,
kaitannya dengan kehidupannya sehari-hari, bermotivasi tinggi untuk
mempelajarinya, dan mungkin dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya
sebaik-baiknya. Waktu yang dibutuhkan untuk ketiga kegiatan tersebut mungkin
hanya sekitar 5-10 menit dari 90 menit waktu yang tersedia, tetapi manfaatnya
sangat besar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar peserta
didik.
Setelah selesai kegiatan Pendahuluan, pengajar mulai memasuki kegiatan
Penyajian atau sering disebut dengan istilah kegiatan Inti. Kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikhologis peserta didik.
Kegiatan ini menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat berupa kegiatan eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi.
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang akan dipelajari dari berbagai sumber belajar;
2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber
belajar;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
dan
5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio,
atau lapangan.
Dalam kegiatan elaborasi, guru antara lain:
1) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan, baik
secara lisan maupun tertulis, yang dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok;
2) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan
dan rasa percaya diri peserta didik;
3) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerjanya, baik secara
individual maupun kelompok;
4) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, atau festival
produk yang dihasilkan.
Dalam proses kreativitas, kegiatan eksplorasi dan elaborasi ini identik
dengan tahap persiapan, inkubasi, dan iluminasi. Tahap persiapan ialah tahap
pengumpulan informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Tahap
inkubasi ialah tahap pengendapan dalam alam bawah sadar, pencarian inspirasi.
Tahap iluminasi ialah tahap penemuan “….. aha …..” yang bersifat insight,
gagasan pemecahan, dan modifikasi untuk melihat kecocokannya.
Dalam kegiatan konfirmasi, guru antara lain:
1) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik
melalui berbagai sumber belajar;
2) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman
belajar yang telah dilakukan;
3) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam
mencapai kompetensi dasar;
4) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik.
Dalam proses kreativitas, kegiatan konfirmasi identik dengan tahap verivikasi,
yaitu tahap pengetesan pemecahan dan modifikasi untuk melihat kesesuaiannya.
Dalam kegiatan Penutup, guru antara lain: 1) melakukan evaluasi formatif
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan; 2) memberikan umpan balik terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan; 3) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam
bentuk pembelajaran remedi, pengayaan, dan/atau memberikan tugas terstruktur
maupun kegiatan mandiri tidak terstruktur kepada para peserta didik. Sebagai
contoh kegiatan proses pembelajaran seperti diuraikan di atas, akan dijelaskan
proses pembelajaran perkembangbiakan tumbuhan adenium pada pelajaran biologi.
Secara diagramatis, proses pembelajaran yang terdiri atas kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup dapat dilihat di bawah ini.
Pendahuluan
Penjelasan singkat tentang isi pelajaran yang akan dibahas. Guru mendiskusikan
berbagai cara perkembangbiakan adenium, misalnya melalui: biji, stek, cangkok,
dan okulasi.
Penjelasan relevansi isi pelajaran baru (yang akan dibahas) dengan kehidupan
sehari-hari anak.Guru menjelaskan bahwa setiap makhluk hidup dapat tumbuh dan
berkembangbiak agar tidak punah. Masing-masing makhluk hidup memiliki berbagai
cara perkembangbiakan. Bila dipelihara dengan baik, makhluk hidup (manusia,
hewan, dan tumbuhan) akan tumbuh dan berkembangbiak dengan baik; demikian pula
sebaliknya.
Penjelasan kompetensi peserta didik yang ingin dicapai. Guru menjelaskan
kompetensi peserta didik yang ingin dicapai. Misalnya: setelah mengikuti materi
perkembangbiakan adenium, diharapkan peserta didik memahami dan mampu mempraktikkan
berbagai cara perkembangbiakan adenium.
Kegiatan Inti
Ekplorasi. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing
berjumlah sekitar 5 orang. Selanjutnya, masing-masing kelompok diberi tugas
untuk bereksplorasi, dengan cara mencari dari berbagai sumber belajar (misalnya
melalui buku, internet, maupun lainnya) tentang cara-cara perkembangbiakan
adenium.
Bila sudah ditemukan jawabannya, misalnya diperoleh informasi bahwa
perkembangbiakan adenium dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: 1) biji, 2)
stek, 3) cangkok, dan 4) okulasi, maka selanjutnya peserta didik diberi tugas
untuk mempraktikkan (praktikum) ke empat cara tersebut.
Elaborasi. Setelah masing-masing peserta didik mampu melakukannya, kemudian
masing-masing kelompok diminta untuk menyusun laporan dan mempresentasikannya,
yang difasilitasi oleh guru.
Konfirmasi. Bila laporan telah disusun, kemudian masing-masing kelompok
diminta untuk mempresentasikannya, difasilitasi oleh guru.
Dengan cara-cara demikian, maka kreativitas anak akan tumbuh dan berkembang
optimal, yang pada akhirnya peserta didik akan memiliki kecakapan hidup (life
skill), meliputi (1) kecakapan akademik, (2) kecakapan pribadi, (3) kecakapan
sosial, dan (4) kecakapan vokasional.
Melalui praktikum, pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak akan mudah
terlupakan, sehingga kecakapan akademik akan tercapai; melalui presentasi di
depan kelas, pribadi anak akan tumbuh dengan baik, terbiasa menghadapi orang
banyak, sehingga kecakapan pribadi akan diperolehnya; melalui kerja kelompok,
peserta didik akan terbiasa bersosialisasi dengan teman-temannya, sehingga
kecakapan sosialnya akan tumbuh dan berkembang dengan baik; selanjutnya,
apabila pengembangbiakan adenium ini dilakukan dan ditekuni dengan baik di
rumah, maka tidak menutup kemungkinan akan menjadi mata pencaharian tambahan
yang menarik, sehingga kecakapan vokasionalnyapun akan tumbuh dan berkembang
baik, yang pada akhirnya peserta didik akan berkembang jiwa “kewirausahaan”
nya, yang pada gilirannya akan menumbuhkan ekonomi kreatif.
Penutup (Evaluasi)
Guru melakukan evaluasi formatif terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Secara sampling, guru mengajukan pertanyaan secara lisan kepada peserta didik
yang memiliki kemampuan rata-rata. Bila bisa menjawab, selanjutnya guru
mengajukan 1 pertanyaan secara lisan yang bobotnya relatif sama dengan
pertanyaan terdahulu kepada peserta yang paling lemah. Bila yang paling lemah
mampu menjawabnya, maka dapat diasumsikan daya serap anak sudah mencapai 100%.
Guru memberikan umpan balik terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Hasil evaluasi formatif harus diberitahukan kepada siswa dan diikuti dengan
penjelasan tentang hasil kemajuan siswa.
Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut.
Siswa yang telah mencapai hasil baik dalam evaluasi formatif dapat meneruskan
ke bagian pelajaran berikutnya, atau mempelajari bahan tambahan untuk
memperdalam pengetahuan yang telah dipelajarinya.
Siswa yang mendapatkan hasil kurang harus mengulang isi pelajaran tersebut
(remedi).
Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal berikut. Ditinjau dari
dimensi pribadi, kreativitas dimiliki oleh setiap pribadi (orang) yang lahir di
dunia. Ditinjau dari dimensi proses, kreativitas dapat tumbuh dan berkembang
merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-faktor psikologis
(internal) dan lingkungan (eksternal). Ditinjau dari dimensi pendorong,
kreativitas dapat berkembang optimal perlu pendorong, yaitu kondisi yang mendorong
seseorang ke perilaku kreatif. Pendorong harus datang dari diri sendiri
(internal) berupa hasrat dan motivasi yang kuat untuk mencipta, dan mendapat
dukungan atau pendorong dari luar (eksternal) baik dari lingkungan dekat
seperti teman sejawat maupun dari lingkungan makro seperti masyarakat dan
kebudayaan di mana ia tinggal. Ditinjau dari dimensi produk, kreativitas
merupakan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang: 1) baru (novel), 2)
berguna (useful), dan 3) dapat dimengerti (understandable), baik berupa benda
maupun gagasan.
Pada umumnya proses pembelajaran di sekolah kurang mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk berpikir divergen dan memecahkan masalah secara kreatif,
tetapi cenderung lebih menekankan pada pengembangan berpikir logis dan konvergen
dengan melatih peserta didik untuk berpikir dan menemukan suatu pengetahuan
yang sudah ditetapkan oleh guru. Hal ini terjadi, salah satu alasan yang
dikemukakan adalah karena kurikulum (standar isi) dianggap terlalu sarat beban.
Kreativitas peserta didik dapat dikembangkan melalui pembelajaran.
Proses pembelajaran pada hakikatnya terdiri atas kegiatan: 1) pendahuluan
(apersepsi); 2) penyajian (kegiatan isi); dan 3) penutup. Kegiatan pendahuluan,
sekurang-kurangnya meliputi: (a) penjelasan singkat tentang isi pelajaran yang
akan dibahas, (b) penjelasan relevansi isi pelajaran baru (yang akan dibahas)
dengan kehidupan sehari-hari anak, dan (c) penjelasan kompetensi peserta
didik yang ingin dicapai. Kegiatan penyajian (kegiatan inti),
sekurang-kurangnya meliputi proses: (a) ekplorasi, (b) elaborasi, dan (c)
konfirmasi. Kegiatan penutup, sekurang-kurangnya guru: (1) melakukan evaluasi
formatif terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan; (2) memberikan umpan balik
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan; (3) merencanakan kegiatan tindak
lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, pengayaan, dan/atau memberikan tugas
terstruktur maupun kegiatan mandiri tidak terstruktur kepada para peserta
didik.